KASUS ~ KAJIAN KHUSUS : PEMBUKTIAN HIPOTESIS TEORI KONSUMSI TERHADAP AKTIVITAS PEKERJAAN MANUSIA

 

PEMBUKTIAN HIPOTESIS TEORI KONSUMSI TERHADAP AKTIVITAS PEKERJAAN MANUSIA



    Di balik hiruk pikuk aktivitas manusia, terdapat sebuah misteri yang menarik untuk ditelusuri: Mengapa manusia mengonsumsi?. Pertanyaan ini mengantarkan kita pada dunia teori konsumsi, seperti Teori Jangka Pendek, Teori Jangka Panjang, Teori Konsumsi Life Cycle Hypothesis, Permanent Income Hypothesis dan Teori Relative Income yang merupakan sebuah cabang Ilmu Ekonomi yang menyingkap seluk beluk perilaku individu dalam memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Teori konsumsi bagaikan lensa yang memfokuskan pandangan kita pada interaksi manusia dengan barang dan jasa. Melalui lensa ini, kita dapat memahami bagaimana keputusan konsumsi diambil, faktor apa yang mempengaruhinya, dan dampaknya terhadap perekonomian.

     Pada hal ini, Departemen Penelitian dan Pengembangan (LitBang) melakukan pembuktian hipotesis teori konsumsi tersebut dengan aktivitas pekerjaan-pekerjaan manusia mulai dari pedagang toko kelontong di Jember, pegawai Indomaret di Jember, guru PNS di SMP Negeri Jember, pemilik kontrakan dan kos-kosan dan pedagang nasi goreng di Jember. 

    Mempelajari teori konsumsi bukan hanya bermanfaat bagi para ekonom, tetapi juga bagi individu yang ingin memahami pola konsumsinya sendiri agar dapat membuat keputusan keuangan yang lebih bijak. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar teori konsumsi, kita dapat mengelola keuangan dengan lebih optimal, mencapai tujuan keuangan, dan meningkatkan kesejahteraan.


--Penjelasan Masing-masing Teori Konsumsi–

    Konsumsi Jangka Pendek merupakan bagian dari pendapatan yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang dan jasa-jasa sepanjang waktu. Kenaikan pendapatan yang tersisa, akan menyebabkan sisi pendapatan yang tidak dibelanjakan untuk kepentingan konsumsi, akan memicu adanya tabungan. Hal itu dapat terjadi jika semua konsumsi dipenuhi dan berlaku bagi semua orang mampu yang dengan mudah menyisihkan sebagian pendapatannya untuk tabungan. Pada hal ini, Departemen LitBang melakukan pembuktian hipotesis Teori Konsumsi Jangka Pendek dengan pedagang toko kelontong di Jember. Pembuktian dari teori konsumsi Jangka Pendek Keynes terhadap pedagang toko kelontong di Jember, mendapatkan hasil bahwa pengaruh dari Teori Jangka Pendek ini, tergantung pada dimana tempat toko kelontong tersebut berada. Apabila pedagang toko kelontong tersebut berada di sekitar wilayah Kota Jember, maka pendapatan yang dihasilkan dari toko kelontong lebih tinggi daripada toko kelontong di wilayah Desa Kabupaten Jember. Pola konsumsi antara toko kelontong di wilayah Desa dan di wilayah Kota Jember juga berbeda. Sebanyak 52% Pedagang toko kelontong di kota, apabila pendapatan naik dari yang semula Rp 1.000.000 ke Rp 2.000.000 maka pola konsumsi mereka juga ikut naik. Sedangkan 48% pedagang toko kelontong di desa, apabila pendapatan naik dari Rp 500.000 ke Rp 1.000.000 maka tidak akan begitu mempengaruhi pola konsumsinya atau konsumsinya tetap. Oleh karena itu, Teori Jangka Pendek terbukti lebih condong dalam pedagang toko kelontong yang ada di wilayah Kota Jember dan kurang terbukti dalam pedagang toko kelontong yang ada di wilayah Desa area Jember.

    Untuk Teori Konsumsi Jangka Panjang, kami meneliti pegawai Indomaret yang ada di Kabupaten Jember dengan menggunakan sampel pegawai Indomaret di area Universitas Jember sebanyak 43 orang terhadap Teori Konsumsi Jangka Panjang oleh Kuznets. Hasil survei yang menunjukkan bahwa 70% pegawai Indomaret Kabupaten Jember khususnya area Universitas Jember lebih memilih menabung daripada membeli langsung barang yang mereka inginkan, dapat dihubungkan dengan Teori Konsumsi Jangka Panjang Kuznets. Teori ini mengatakan bahwa ketika pendapatan per kapita meningkat, pola konsumsi akan berubah. Pada tahap awal pembangunan, konsumsi akan meningkat sebelum kemudian menurun ketika pendapatan per kapita mencapai tingkat tertentu. Dalam konteks survei, hasilnya menunjukkan bahwa pegawai Indomaret lebih memilih untuk menabung daripada meningkatkan konsumsi, yang dapat diinterpretasikan sebagai bukti bahwa efek pendapatan, substitusi, dan kekayaan mempengaruhi pola konsumsi mereka. Jadi, Teori Konsumsi Jangka Panjang ini terbukti dalam hal ini. 

    Dari penelitian kita untuk Teori Konsumsi Life Cycle Hypothesis terhadap 42 guru PNS di SMP Negeri Jember, ditemukan bahwa sebaran usia guru cukup merata dari 30 hingga 60 tahun, dengan mayoritas berada di kelompok usia 41 hingga 50 tahun, mencerminkan keberagaman usia yang ada. Selain itu, terdapat keseimbangan proporsi antara guru laki-laki dan perempuan di setiap kelompok usia, menunjukkan partisipasi aktif dari kedua jenis kelamin. Sebagian besar guru telah mengabdi selama 10 hingga 30 tahun, dengan jumlah guru perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan laki-laki, menunjukkan dedikasi panjang dari kedua jenis kelamin dalam profesi ini. Pendapatan guru bervariasi antara 3 hingga 6 juta rupiah, dengan guru perempuan cenderung mendominasi pendapatan yang lebih tinggi, mencerminkan kompleksitas dalam faktor penghasilan. Pengeluaran bulanan guru berkisar antara 2 hingga 5 juta rupiah, dengan pola pengeluaran yang relatif seimbang antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal tabungan bulanan, baik guru laki-laki maupun perempuan memiliki kesadaran finansial yang serupa, menunjukkan perencanaan keuangan yang baik untuk masa depan mereka. Jadi Teori Konsumsi Life Cycle Hypothesis terhadap guru PNS di SMP Negeri di Jember ini terbukti.

    Salah satu teori tentang pola konsumsi individu yang menarik untuk dibahas adalah teori yang dirumuskan oleh Milton Friedman pada tahun 1957, yaitu teori Pendapatan Permanen atau Permanent Income Hypothesis yang mengusulkan bahwa konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, melainkan juga dipengaruhi oleh pendapatan di masa depan dalam jangka panjang. Dalam penelitian yang telah dilakukan antara Permanent Income Hypothesis terhadap pemilik kontrakan dan kos-kosan di area jember dan banyuwangi dengan jumlah pemilik kontrakan 1-3 gedung dan pemilik kos-kosan sebanyak 4-10 pintu, mendapatkan hasil bahwa pemilik kontrakan dan kos-kosan area Jember dan Banyuwangi menerapkan prinsip pendapatan jangka panjang yang mengacu pada pengelolaan pendapatan untuk mempertahankan stabilitas keuangan. Namun dapat diketahui bahwa pemilik kontrakan cenderung mendapatkan pendapatan yang stabil dan terencana dalam jangka panjang. Dengan demikian, Teori Permanent Income Hypothesis ini dapat memberikan wawasan terkait pola konsumsi pemilik kontrakan dan pemilik kos-kosan yang berbeda. Teori Permanent Income Hypothesis ini lebih cenderung terhadap pemilik kontrakan baik di Jember maupun di Banyuwangi, karena memiliki pendapatan jangka panjang. Sedangkan, pemilik kos-kosan di Jember dan Banyuwangi pendapatannya cenderung mengalami fluktuasi.

    Berdasarkan analisis data yang dilakukan, kami melihat adanya keterkaitan antara pendapatan, pola konsumsi, Saving dan Teori Relative Income dengan pedagang nasi goreng di wilayah Kabupaten Jember. Sesuai dengan Teori Duesenberry yang menyatakan bahwa tingkat pengeluaran untuk konsumsi suatu masyarakat sangat ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan yang diperoleh. Sesuai dengan teori ini, untuk bisa mempertahankan pola konsumsi yang stabil, masyarakat akan cenderung menurunkan saving, bahkan ada masyarakat yang tidak melakukan saving demi mempertahankan dan memenuhi jumlah konsumsinya. Selain itu, beberapa responden yang tidak dapat memenuhi tingkat konsumsinya akan meminjam uang (hutang) jika pendapatannya tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat tidak akan rela untuk menurunkan tingkat konsumsinya secara drastis. Begitu pun sebaliknya, jika mereka mengalami peningkatan pendapatan, mereka tidak akan langsung menggunakannya untuk membeli barang-barang tersier. Hal ini juga sesuai dengan Teori Duesenberry, bahwa pola konsumsi juga dipengaruhi oleh lingkungan (efek demonstrasi).

Komentar

Postingan Populer