KASUS ~ KAJIAN KHUSUS: ANALISIS TREN BELANJA ONLINE SEBELUM DAN SESUDAH PANDEMI COVID-19

 

Analisis Tren Belanja Online Sebelum dan Sesudah Pandemi Covid-19

 

Pandemi Covid-19 telah memengaruhi banyak sektor, termasuk gaya hidup dan kebiasaan berbelanja masyarakat. Ketika pembatasan sosial diberlakukan, kebiasaan konsumen pun berubah secara signifikan; masyarakat beralih dari belanja offline ke belanja online, mempercepat adopsi teknologi digital di sektor ritel. Di Indonesia, pergeseran ini ditunjukkan oleh pertumbuhan pesat sektor e-commerce, yang menawarkan kemudahan akses terhadap kebutuhan sehari-hari tanpa harus keluar rumah (Riphat. 2022).

Pandemi Covid-19 tidak hanya mempercepat peralihan ke belanja online tetapi juga menciptakan perubahan yang mendalam dalam preferensi konsumen (Rahmawati, 2024). Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan keamanan dan kenyamanan, konsumen menjadi lebih selektif dalam memilih platform yang menawarkan layanan lengkap mulai dari metode pembayaran yang beragam hingga opsi pengiriman yang fleksibel. Selain itu, kategori produk yang dicari pun ikut berubah; kebutuhan sehari-hari, kesehatan, dan produk kebersihan mendominasi pilihan belanja online selama pandemi. Bagi banyak usaha, terutama usaha kecil dan menengah, hal ini mendorong mereka untuk beradaptasi cepat dengan beralih ke platform digital, memanfaatkan media sosial, marketplace, dan aplikasi pesan instan untuk menjangkau konsumen secara langsung. Transformasi ini tidak hanya bersifat sementara; perilaku belanja yang telah terbentuk selama pandemi diperkirakan akan bertahan dalam jangka panjang, menciptakan gaya hidup baru di masyarakat Indonesia yang lebih digital dan praktis.

Perubahan besar dalam tren belanja online sebelum dan sesudah pandemi dibahas dalam artikel ini. Jumlah dan kategori bisnis e-commerce yang berbeda, jenis produk yang dijual, media penjualan yang digunakan, metode pembayaran dan pengiriman, volume transaksi, dan tantangan yang dihadapi oleh bisnis semuanya dimasukkan dalam analisis ini. Memahami tren ini membantu pemerintah dan pelaku usaha membuat kebijakan dan strategi bisnis yang relevan di setelah pandemi.

 

Analisis Perbandingan Belanja Online Sebelum dan Sesudah Pandemi

Jumlah dan Jenis Usaha E-commerce

Gambar 1. Persentase Usaha E-commerce Indonesia, 2018

 

E-commerce di Indonesia telah berkembang namun belum mencapai potensi penuhnya sebelum pandemi. Menurut data e-commerce BPS tahun 2019, banyak usaha masih berorientasi offline, dengan sekitar 15,08% saja yang aktif melakukan penjualan online. Kategori usaha yang dominan meliputi perdagangan besar dan eceran, dengan sebagian kecil dari sektor akomodasi dan penyediaan makanan/minuman.

Pandemi mempercepat adopsi digital secara besar-besaran, sehingga pada 2022-2023 jumlah usaha yang masuk ke e-commerce meningkat drastis. Perdagangan eceran tetap mendominasi, tetapi kategori baru, seperti akomodasi dan penyediaan makanan/minuman, menunjukkan pertumbuhan signifikan seiring dengan meningkatnya kebutuhan belanja jarak jauh dan layanan pesan antar. Penyesuaian ini tidak hanya menggambarkan adaptasi pasar namun juga mengindikasikan potensi jangka panjang e-commerce sebagai platform utama ritel di Indonesia.

Perubahan Jenis Produk yang Paling Banyak Dijual


Gambar 2. Persentase Usaha E-Commerce menurut Jenis Barang yang Dijual, 2018

Produk yang paling banyak dijual sebelum pandemi secara online di Indonesia adalah produk fashion, makanan/minuman, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. E-commerce pada saat itu lebih banyak melayani barang-barang yang biasa dibeli di toko fisik dan di sektor yang sudah memiliki minat besar di kalangan milenial.

Gambar 3. Persentase Usaha E-Commerce menurut Jenis Barang yang Dijual, 2022

Pada tahun 2022, 43,02 persen dari usaha eCommerce menjual makanan, minuman, dan bahan makanan. Jenis barang/jasa fashion menempati urutan kedua dengan proporsi usaha 15,04 persen. Jenis barang/jasa kebutuhan rumah tangga menempati urutan ketiga dengan proporsi usaha 8,11 persen. Kelompok transportasi dan pengiriman barang menempati urutan keempat dengan proporsi usaha 5,86 persen.

Pandemi mengubah preferensi produk yang banyak dibeli online, dengan kebutuhan rumah tangga, kesehatan, dan produk kebersihan menjadi lebih populer. Hal ini dipicu oleh pembatasan aktivitas luar ruangan dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kesehatan. Sebagai contoh, kategori produk kesehatan dan kebersihan, seperti masker, hand sanitizer, hingga suplemen kesehatan, mengalami lonjakan permintaan. Pergeseran jenis produk ini menunjukkan bagaimana pandemi tidak hanya mempengaruhi pola belanja tetapi juga preferensi dan prioritas masyarakat.

Media Penjualan yang Digunakan

Perkembangan media penjualan juga mengalami perubahan signifikan selama pandemi. Sebelum Covid-19, marketplace dan media sosial sudah digunakan, namun kontribusinya belum sebesar sekarang. Penggunaan marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak menjadi sangat dominan selama pandemi.. Kekuatan Shopee Sebagai E-Commerce Terpopuler Di Indonesia Saat Ini (Suhendra & Krisnadi, 2020). Di samping itu, media sosial dan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp dan Instagram menjadi kanal utama untuk menjangkau konsumen secara lebih langsung.

Adaptasi ini didorong oleh kebutuhan akan interaksi yang cepat, praktis, dan aman dari rumah. Misalnya, penggunaan pesan instan memungkinkan usaha kecil menengah untuk berinteraksi langsung dengan konsumen tanpa memerlukan sistem e-commerce yang kompleks. Kenaikan ini menggambarkan fleksibilitas pelaku usaha dalam memilih media penjualan yang efisien, serta meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap berbagai platform digital.

Preferensi Metode Pembayaran dan Pengiriman

Pandemi juga mengubah preferensi masyarakat terhadap metode pembayaran. Sebelum pandemi, pembayaran tunai (Cash on Delivery/COD) adalah metode favorit, terutama karena keterbatasan akses ke pembayaran digital bagi sebagian konsumen. Namun, setelah pandemi, terjadi peningkatan signifikan dalam penggunaan pembayaran digital, didukung oleh pergeseran pola belanja serta kampanye pemerintah yang mendukung cashless society. Dengan adanya opsi pembayaran digital, konsumen dapat bertransaksi secara aman tanpa harus bersentuhan langsung.

Metode pengiriman juga beradaptasi, dengan penjual dan pembeli semakin banyak menggunakan model pengambilan di lokasi atau drop-off points untuk fleksibilitas. Selain itu, pengiriman langsung oleh penjual menjadi lebih lazim karena konsumen mengutamakan kemudahan dan keamanan dalam berbelanja.

Dampak pada Pendapatan dan Volume Transaksi

Pergeseran kebiasaan konsumen dari offline ke online berdampak signifikan pada volume dan nilai transaksi e-commerce di Indonesia. Sebelum pandemi, sebagian besar transaksi masih bersifat tradisional dengan kontribusi online yang terbatas. Pandemi meningkatkan volume transaksi hingga 91%, menunjukkan bagaimana platform online menjadi pilihan utama masyarakat untuk membeli berbagai kebutuhan.

Usaha yang berhasil beradaptasi dengan tren ini mengalami peningkatan pendapatan dan volume transaksi. Di sisi lain, ada juga tantangan yang dialami oleh pelaku usaha kecil yang kurang siap beralih ke digital, yang berdampak pada ketimpangan digital di kalangan UMKM. Hal ini menggarisbawahi pentingnya dukungan bagi UMKM untuk memanfaatkan platform digital secara optimal.

Kendala dan Tantangan bagi Pelaku Usaha E-commerce

Tantangan yang dihadapi pelaku usaha e-commerce sebelum pandemi lebih berfokus pada rendahnya literasi digital dan kurangnya minat untuk beralih ke online. Namun, sesudah pandemi, kendala baru muncul, seperti kebutuhan akan permodalan dan keterbatasan tenaga kerja yang terampil di bidang digital.

Permodalan menjadi kendala utama bagi UMKM yang baru mulai menjajaki e-commerce. Fluktuasi permintaan dan perubahan preferensi konsumen juga menjadi tantangan, karena pelaku usaha harus cepat beradaptasi dengan dinamika pasar yang tidak pasti. Berbagai pelatihan dan bantuan teknis dari pemerintah serta dukungan dari platform digital sangat dibutuhkan agar usaha kecil dapat bertahan dan berkembang dalam lanskap e-commerce yang semakin kompetitif.

 

Faktor Utama yang Memengaruhi Perubahan Tren E-commerce

Kemajuan Teknologi dan Infrastruktur Digital

Perkembangan infrastruktur digital dan adopsi teknologi sangat mempengaruhi pertumbuhan e-commerce pascapandemi. Penyedia layanan internet yang lebih luas dan harga paket data yang lebih terjangkau menjadi faktor utama yang memungkinkan lebih banyak konsumen untuk terhubung secara online. Selain itu, aplikasi mobile yang semakin canggih dan mudah diakses juga mendukung penggunaan platform e-commerce.

Perubahan Preferensi Konsumen dan Gaya Hidup Baru

Pandemi mempercepat perubahan gaya hidup konsumen, dengan banyak yang sekarang menganggap belanja online sebagai cara utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adopsi gaya hidup digital telah menciptakan “new normal,” di mana konsumen cenderung memilih opsi belanja yang nyaman, cepat, dan aman. Pola konsumsi baru ini diperkirakan akan terus berlanjut bahkan setelah pandemi berakhir, karena konsumen sudah terbiasa dengan kenyamanan dan fleksibilitas yang ditawarkan oleh belanja online.

Peran Kebijakan Pemerintah

Pemerintah memainkan peran penting dalam mendukung pertumbuhan e-commerce dengan kebijakan yang mendorong adopsi teknologi digital, seperti kemudahan perizinan dan infrastruktur pendukung UMKM digital. Selain itu, program pelatihan untuk peningkatan keterampilan digital dan kampanye untuk mengadopsi pembayaran non-tunai juga membantu pelaku usaha untuk beradaptasi dengan lebih baik di era digital ini.

 

Kesimpulan

Pandemi Covid-19 membawa dampak yang sangat besar terhadap perkembangan e-commerce di Indonesia. Perubahan dalam jumlah usaha, jenis produk yang dijual, media penjualan, metode pembayaran dan pengiriman, hingga kendala yang dihadapi menunjukkan bagaimana pandemi menjadi katalisator percepatan adopsi teknologi digital di Indonesia. Pola konsumsi yang sudah beralih ke online cenderung terus berlanjut sebagai gaya hidup baru yang diterima luas di masyarakat.

Sebagai penutup, bagi pelaku usaha, memanfaatkan teknologi digital dengan beragam platform dan metode pembayaran merupakan strategi yang penting untuk tetap kompetitif. Sementara itu, pemerintah perlu terus memberikan dukungan berupa infrastruktur digital dan pelatihan agar semua pelaku usaha, termasuk UMKM, dapat berpartisipasi secara optimal dalam ekonomi digital yang terus berkembang.

 

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik E-Commerce 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik E-Commerce 2022/2023. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Riphat, I. S. (2022). Pajak E-Commerce: Sebuah Pengertian Awal. PT Elex Media Komputindo.

Rahmawati, L. (2024). Fenomena dan Perilaku Belanja Online Melalui Tiktok Shop pada Generasi Z Perspektif Konsumsi Islam. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 10(2), 1796-1806.

Suhendra, G., & Krisnadi, I. (2020). Kekuatan Shopee Sebagai E-Commerce Terpopuler Di Indonesia Saat Ini. Universitas Mercu Buana (29).

Indriyani, I., Wiranata, I. P. B., & Hiu, S. (2024). STRATEGI IMPLEMENTASI E-COMMERCE DALAM MENINGKATKAN EFFISIENSI OPERASIONAL UMKM DI ERA EKONOMI DIGITAL. Jurnal Informasi dan Komputer, 12(02), 27-36.


~ Bidang Keilmuan

~Biro Informasi dan Komunikasi 

 

 


Komentar

Postingan Populer