ECONOMICS MONTHLY REPORT : MAY

 

 
ECONOMICS MONTHLY REPORT ON MAY



1. Dampak Panjang Larangan Ekspor CPO bagi Konsumen hingga Saham

Minggu, 1 Mei 2022

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220501072613-92-791921/dampak-panjang-larangan-ekspor-cpo-bagi-konsumen-hingga-saham

 


        Jakarta, CNN Indonesia -- Larangan ekspor crude palm oil (CPO) dan bahan baku minyak goreng yang berlaku sejak Kamis (28/4) lalu berdampak panjang, menyasar petani, pengusaha, konsumen, hingga emiten sawit. Larangan tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor crude palm oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized (RBD) Palm Oil, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil. Aturan yang diundangkan pada 27 April 2022 itu ditujukan untuk menekan harga minyak goreng dalam negeri yang selangit, sebuah ironi di negeri penghasil CPO nomor satu dunia.Setelah kebijakan itu diteraokan, harga minyak goreng kemasan di pasaran terpantau turun setidaknya Rp2.000. Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com di Indomaret SPBU Tendean pada Sabtu (30/4), terpantau harga minyak goreng kemasan merek Sania, Sovia dan Fortune turun harga hingga mendekati Rp45 ribu per dua liter. Harga minyak goreng kemasan merek Sovia yang semula dibanderol Rp48.500 per dua liter, kini turun harga menjadi Rp46.400 per dua liter. Untuk Sania dua liter, yang awal pekan ini dijual dengan harga Rp48.900, turun menjadi Rp46.500 per dua liter. Fortune juga turut menurun harganya dari yang semula Rp48.700, sekarang dapat dibeli dengan harga Rp46.400 untuk ukuran dua liter. Untuk itu, Gapki berharap pemerintah dapat segera memberi tindak lanjut terkait pelaksanaan larangan ekspor ke depan. Harapannya, masalah minyak goreng cepat selesai dan ekspor dapat dibuka lagi. Tak hanya pengusaha, kebijakan tersebut juga mendapat protes keras dari petani. Pasalnya, harga tandan buah segar (TBS) anjlok 70 persen. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Hendry Saragih mengatakan penurunan harga itu telah memberi dampak besar bagi petani sawit. Hal itu dikarenakan, banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang telah melanggar ketentuan dalam perjanjian harga TBS. Henry mengatakan penentuan harga TBS seharusnya tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh PKS tanpa melalui persetujuan kepala daerah. Setelah pengumuman kemarin, otomatis langsung drop standar harga TBS. Umumnya jatuh antara 30 persen sampai 50 persen, bahkan ada yang 70 persen," ungkapnya.

        menurut Henry, sebelumnya harga TBS di pasaran sudah sempat mencapai angka Rp3.000 per kilogram. Akibatnya, harga TBS di sejumlah daerah anjlok menjadi Rp1.000-Rp2.000 per kilogram. di beberapa tempat, didapati petani yang tidak bisa menjual sawit mentah lantaran para pengepul tidak ada yang mau membeli. Karena alasan mereka CPO tidak bisa diekspor lagi. Jadinya mereka membeli TBS kita ya dengan harga murah, bahkan di tempat lain ada yang tidak bisa dijual atau dikembalikan, Karenanya, ia meminta agar para pengusaha dan korporasi sawit untuk dapat patuh terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai standar pembelian TBS dari petani. Senada, kebijakan ini juga cukup mengguncang pasar saham, khususnya bagi emiten sawit. Pada penutupan perdagangan sebelum libur Lebaran, Kamis (28/4), saham PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) tercatat turun 4,27 persen menjadi 1.350 per lembar saham. Perusahaan milik konglomerat Salim Group tersebut memproduksi minyak sawit mentah, karet, kakao, teh, dan biji-bijian. PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) juga turun 1,20 persen menjadi 494 per saham. Emiten milik Salim Group tersebut memproduksi minyak goreng Bimoli dan produk turunan minyak kelapa sawit lainnya. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) juga tercatat turun 3,50 persen berada di level 12.425 per saham Emiten di bawah bendera Astra Internasional tersebut memproduksi olein hingga kelapa sawit yang memenuhi kebutuhan pasar ekspor seperti China, Malaysia, Filipina dan Korea Selatan. PT Provident Agro Tbk (PALM) milik Saratoga Sentra Business juga mencatat penurunan sebesar 2,22 persen menjadi 880 per saham. Kemudian, saham PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang memproduksi produk kelapa sawit hingga karet tersebut juga turun 3,14 persen menjadi 2.160 per saham.



2. Jokowi Wajibkan Pengusaha Besar yang Bangun IKN Gandeng Pebisnis Lokal

Kamis, 5 Mei 2022

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220505115551-532-793187/jokowi-wajibkan-pengusaha-besar-yang-bangun-ikn-gandeng-pebisnis-lokal

 


        Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewajibkan pengusaha besar yang mau ikut serta membangun ibu kota baru untuk melakukan kerja sama dengan pelaku usaha lokal. Kewajiban tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2022 tentang Otorita IKN yang diteken Jokowi pada 18 April 2022. Dalam Pasal 22 ayat (12) Perpres tersebut mengatur, para pelaku usaha non-kecil yang berasal dari luar Pulau Kalimantan wajib melakukan kerja sama dengan kelompok usaha kecil di Kalimantan sebagai langkah untuk memberdayakan pelaku usaha lokal. Wajib melakukan kerja sama usaha dengan pelaku usaha lokal dengan skala usaha kecil di Pulau Kalimantan dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya," demikian bunyi Perpres tersebut, dikutip Kamis (5/5). Kendati demikian, ayat berikutnya memuat aturan pengecualian terhadap kebijakan tersebut. Pada Pasal 22 ayat (13) disebutkan, pemberdayaan dapat dikecualikan untuk paket pekerjaan dengan kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh pelaku usaha lokal. "Pemberdayaan kepada pelaku usaha local sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh pelaku usaha lokal," dikutip dari Perpres. Kendati demikian, dalam aturan yang sama, khusus untuk penggunaan tenaga kerja dan material untuk pembangunan infrastruktur IKN wajib mengutamakan tenaga kerja dan material lokal.


  

3. Pro dan Kontra Larangan Ekspor CPO oleh Jokowi

Jumat, 6 Mei 2022

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220506070353-92-793404/pro-dan-kontra-larangan-ekspor-cpo-oleh-jokowi

 


Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko WIdodo (Jokowi) menerbitkan larangan ekspor CPO dan minyak goreng. Hal itu ditujukan untuk menurunkan harga minyak goreng dan mengerek stoknya yang sempat langka. Kebijakan itu dirilis pada Kamis (28/4) lalu, setelah deretan menteri pembantunya dinilai gagal menurunkan harga minyak goreng yang melonjak sejak akhir tahun lalu. Sebagai negara penghasil CPO nomor satu dunia, kebijakan sapu jagat tersebut menuai kritik, protes, hingga apresiasi, baik itu dari luar maupun dalam negeri. Berikut daftar mereka yang pro dan protes terhadap kebijakan Jokowi tersebut.

1. Anggota DPR

Anggota Komisi VI DPR Fraksi PPP Achmad Baidowi mengaku sepakat dengan kebijakan Jokowi karena menilai keputusan dibuat secara matang dan tak terburu-buru. "Pertimbangan pemerintah kami kira cukup matang dan tidak tergesa-gesa karena risiko inflasi akibat pangan cukup tinggi, dan bisa berdampak pada naiknya jumlah penduduk miskin. Selama pandemi jumlah penduduk miskin telah meningkat menjadi 26,5 juta orang (September 2021),". Ungkap anggota komisi VI DPR. Sebaliknya, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Hanteru Sitorus meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan moratorium atau pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Menurutnya, kebijakan tersebut bisa merugikan petani kecil dan mendorong lonjakan harga, termasuk produk turunannya, seperti minyak goreng. Menurut dia, keputusan pemerintah melakukan moratorium ekspor CPO dan minyak goreng tepat apabila dilakukan dalam jangka waktu pendek. Hal itu bisa dipahami sebagai langkah untuk memastikan melimpahnya pasokan di dalam negeri dan turunnya harga minyak goreng di tingkat domestik. Namun, jika dilakukan dalam jangka panjang kebijakan itu bisa merusak industri CPO secara keseluruhan, termasuk industri minyak goreng dan merugikan petani petani kecil. "Perlu diingat bahwa sekitar 41 persen pelaku industri sawit adalah rakyat kecil. jadi ini menyangkut jutaan orang dan mereka yang pertama akan menderita karena kebijakan tersebut," kata Deddy.

2. Buruh Sawi

Koalisi Buruh Sawit (KBS) memprotes kebijakan larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Mereka menggangap larangan tersebut berpotensi merugikan mereka. Koordinator Koalisi Buruh Sawit Zidane mengatakan potensi kerugian terjadi bila larangan ekspor CPO tersebut memicu penurunan kinerja keuangan perusahaan sawit. Menurutnya, kalau masalah itu terjadi, operasional perusahaan bisa terganggu. Hal tersebut bisa menjadi alasan bagi perusahaan untuk mengurangi jaminan pemenuhan hak buruh, termasuk dalam kaitannya dengan upah, hari kerja dan perlindungan kesehatan. "KBS memandang kebijakan larangan ekspor CPO berpotensi memberi dampak buruk bagi buruh perkebunan sawit. Buruh perkebunan sawit berada pada kondisi kerja eksploitatif, upah murah, status hubungan kerja rentan, minim perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun, tanpa perubahan mendasar," ungkap Zidane.

3. Pengamat dan Ekonom

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai keputusan melarang ekspor CPO tidak menyelesaikan masalah yang ada. Menurutnya, larangan ekspor CPO seperti mengulang kesalahan pemerintah yang memberhentikan ekspor komoditas batu bara pada Januari lalu. "Apakah masalah selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan," kata Bhima. Ia menilai kebijakan Jokowi justru akan menguntungkan negara lain yang juga merupakan produsen minyak sawit, seperti Malaysia. Tak hanya itu, Indonesia juga berpotensi kehilangan devisa ekspor senilai US$3 miliar devisa negara atau setara dengan Rp43 triliun lebih (kurs 14.436 per dolar AS). "Selama Maret 2022, ekspor CPO nilainya US$3 miliar. Jadi estimasinya Mei, apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, (Indonesia) kehilangan devisa sebesar US$3 miliar. Setara 12 persen total ekspor non migas," ungkapnya. Senada dengan hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan seharusnya pemerintah cukup membatasi dan bukan melarang. Sebab, selama ini konsumsi CPO dalam negeri hanya sekitar 6 hingga 7 juta ton. "Konsumsi dalam negeri hanya 6 juta ton-7 juta ton, tapi 30 jutaan ton dilarang ekspor mau dikemanakan? Busuk dong?" ungkapnya. Tauhid menyebut kebijakan tersebut juga akan merugikan petani CPO. Jika tak boleh diekspor, maka mereka akan kehilangan pasar karena mayoritas produksi RI diekspor. "Siapa yang beli? Kita punya jutaan petani yang harus bergantung ke pasar ekspor," terang dia.

4. GAPKI

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meminta Jokowi untuk mengevaluasi larangan ekspor CPO. Terutama, jika kebijakan tersebut terbukti memberikan dampak negatif terhadap pengusaha kelapa sawit. "Jika kebijakan ini membawa dampak negatif kepada keberlanjutan usaha sektor kelapa sawit, kami akan memohon kepada pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan tersebut," imbuh Ketua Bidang Komunikasi GAPKI Tofan Mahdi. GAPKI meminta seluruh pemangku kepentingan di industri sawit untuk ikut memantau dampak dari kebijakan tersebut di lapangan. "Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam mata rantai industri sawit untuk memantau dampak kebijakan tersebut terhadap sektor kelapa sawit," ungkap Tofan

5. YLKI

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai larangan ekspor 20 persen saja sebenarnya sudah cukup agar minyak goreng membanjiri pasar. Oleh karena itu, ia menyebut larangan tersebut sebagai kebijakan yang 'mubazir'. "Secara politik bagus, tapi untuk apa? Kalau dilarang total terserap semua? 20 persen saja DMO kalau itu terdistribusi ke masyarakat, itu sudah banjir lautan minyak goreng," ungkapnya. Menurut Tulus, kebijakan Jokowi itu lebih banyak dampak negatifnya daripada positif. Toh, kebijakan belum tentu menurunkan harga minyak goreng di pasaran. Yang ada, kebijakan tersebut justru berpotensi menutup pendapatan negara dari devisa ekspor. Selain itu, Indonesia juga berisiko mengalami perang dagang dengan negara lain. Sebab, larangan tersebut akan membuat negara lain protes keras mengingat Indonesia merupakan produsen CPO terbesar dunia, dan pasokan internasional sudah terganggu akibat perang Ukraina-Rusia.

6. Politikus

Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi melarang ekspor CPO. Ia mengatakan tidak ada ruang bagi pemerintah melakukan gimik dalam mengatasi masalah kelangkaan sampai kenaikan harga migor. Anis menyatakan bahwa pemerintah sudah mengambil langkah yang substansial dalam mengatasi krisis ketersediaan bahan pokok. "Saya ingin mengapresiasi langkah Presiden Jokowi melarang ekspor CPO dan minyak goreng. Langkah ini sangat penting untuk memproteksi pasar dan kepentingan dalam negeri," ujar Anis Matta beberapa waktu lalu.

7. Importir

    Importir India memprotes larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng ala Jokowi. Mereka menyebut pasokan minyak yang ditujukan ke negaranya menjadi terhambat akibat larangan tersebut. Padahal, empat importir India mengatakan 290 ribu ton minyak nabati sedang ditujukan ke India. "Kapal kami yang berbobot 16 ribu ton tertahan di Pelabuhan Kumai (Kalteng) di Indonesia," ujar Direktur Pelaksana Gemini Edibles & Fats India Pvt Ltd Pradeep Chowdhry yang mengaku membeli 30 ribu ton minyak sawit RI setiap bulannya. "Kami tidak tahu kapan Indonesia akan mencabut larangan ekspor itu, dan tidak tahu kapan pengiriman yang macet (saat ini) akan segera dikirimkan," lanjutnya. Larangan ekspor CPO disebut berpotensi membuat India kekurangan minyak nabati bagi para importir negara tersebut. Diketahui, India merupakan importir minyak sawit terbesar di dunia. India menggantungkan kebutuhan minyaknya pada Indonesia untuk hampir setengah dari 700 ribu ton minyak yang dibutuhkan negaranya tiap bulannya.



 4. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut,  Mengklaim Ekonomi RI 5,01 Persen Lebih Unggul dari Negara Lain.

Selasa, 10 Mei 2022

https://www.cnnindonesia.com/search/?query=luhut+klaim+ekonomi+ri

 


Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengklaim capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen pada kuartal I 2022 lebih baik dari negara-negara lain di dunia. "Meskipun dihadapkan pada tekanan varian omicron, angka ini relatif baik dari negara-negara lain di dunia," Ungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Luhut mengatakan capaian ini tak lepas dari kontribusi sektor bisnis dan industri yang mulai kembali bergeliat. Terbukti, jumlah angkatan kerja meningkat, sehingga jumlah pengangguran menurun. Tercatat, jumlah pengangguran berkurang 350 ribu dari 8,75 juta menjadi 8,4 juta per Februari 2022. "Hal ini membawa dampak yang positif bagi pemulihan ekonomi Indonesia," imbuhnya. Klaim ini turut diamini oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Sebab, realisasi pertumbuhan ekonomi nasional berada di atas para negara mitra dagang, seperti Singapura, Korea Selatan, hingga China. Tercatat, China tumbuh 4,8 persen, Singapura 3,4 persen, dan Korea Selatan 3,07 persen pada periode yang sama. "Kita hanya di bawah Vietnam 5,03 persen. Dari segi pertumbuhan ekonomi global diperkirakan 3,6 persen sampai 4,5 persen. Jadi Indonesia di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global," ungkap  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Selain itu, menurutnya, realisasi pertumbuhan ekonomi RI juga berada sesuai prediksi lembaga ekonomi dan keuangan dunia yang berada di rentang 5 persen sampai 5,4 persen. Lembaga yang dimaksud mulai dari OECD, Bank Dunia, ADB, hingga IMF. Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen pada kuartal I 2022 lebih tinggi dari minus 0,74 persen pada kuartal I 2021. Namun, lebih rendah dari 5,02 persen pada kuartal IV 2021.



5. BI Proyeksi Penurunan Tingkat Inflasi pada Mei 2022

Sabtu, 14 Mei 2022

https://nasional.kontan.co.id/news/bi-proyeksi-penurunan-tingkat-inflasi-pada-mei-2022

 


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, terjadi penurunan tingkat inflasi pada Mei 2022. Berdasarkan survei pemantauan harga pada minggu kedua Mei 2022, inflasi pada bulan laporan diperkirakan sebesar 0,48% mom, atau turun dari inflasi April 2022 yang mencapai 0,95% mom. “Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Mei 2022 secara tahun kalender sebesar 2,65% ytd dan secara tahunan sebesar 3,64% yoy,” tulis Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono. Ia memerinci, penyumbang utama inflasi pada bulan Mei 2022 sampai dengan minggu kedua yaitu komoditas daging ayam ras dan angkutan udara yang masing-masing mengalami peningkatan harga sebesar 0,08% mom.

Kemudian, disusul dengan telur ayam ras dan angkutan antarkota yang naik 0,04% mom, daging sapi naik 0,02% mom, serta udang basah, kelapa, jeruk, sawi hijau, kangkung, tempe, tahu mentah, dan air minum kemasan yang masing-masing naik 0,01% mom. Sebaliknya, ada komoditas yang mengalami penurunan harga (deflasi), yaitu minyak goreng dan cabai rawit yang masing-masing turun 0,01% mom. Ke depannya, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat, serta terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.



6. ECB (European Central Bank) dan Suku Bunga, Eropa Diramal Resesi!

17 Mei 2022

https://www.cnbcindonesia.com/market/20220517213743-17-339657/ecb-segera-kerek-suku-bunga-eropa-diramal-resesi

 


Tsunami' inflasi yang juga melanda Eropa membuat bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) diperkirakan akan menaikkan suku bunga di bulan Juli nanti. Jika demikian, maka ini akan menjadi kenaikan pertama dalam lebih dari satu dekade terakhir. ECB akan mengikuti bank sentral utama dunia lainnya yang sudah lebih dulu menaikkan suku bunga guna meredam kenaikan inflasi, di samping juga perekonomian yang sudah jauh membaik usai dihantam pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19). Di bawah pimpinan Christine Lagarde, ECB menjadi salah satu bank sentral utama yang masih mempertahankan suku bunga rendah, saat yang lainnya sudah menaikkan bahkan beberapa sangat agresif.

Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) sudah 4 kali menaikkan suku bunga acuannya termasuk awal bulan ini menjadi 1%. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan The Fed bahkan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan ini menjadi 0,75% - 1%, kenaikan terbesar dalam 22 tahun terakhir. Bahkan, The Fed masih akan menaikkan lagi 50 basis poin dalam satu atau dua pertemuan ke depan. ECB saat ini menerapkan suku bunga acuan 0%, lending facility 0,25% dan deposit facility sebesar -0,5%. Survei yang dilakukan Reuters terhadap para ekonom pada 10 - 16 Mei lalu menunjukkan ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga deposito sebesar 25 basis poin pada bulan Juli. Sebanyak 46 dari 48 ekonom tersebut memprediksi kenaikan tersebut, bahkan 26 di antaranya memproyeksikan suku bunga deposito akan kembali dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 0% pada bulan September.

Suku bunga deposito yang negatif artinya perbankan yang menyimpan dananya di ECB justru dikenakan bunga. ECB menerapkan kebijakan tersebut bertujuan agar perbankan lebih banyak menyalurkan kredit sehingga perekonomian bisa berputar lebih kencang. Dengan suku bunga deposito tidak lagi negatif, likuiditas di perekonomian tentunya akan terserap, sehingga diharapkan mampu meredam inflasi yang saat ini mencapai 7,5%, tertinggi dalam beberapa dekade terakhir. Jika dilihat hingga akhir tahun nanti, sebanyak 43 ekonom melihat suku bunga deposito tidak akan lagi negatif. Bahkan 21 dari 48 ekonom atau 44% melihat suku bunga deposito bisa sebesar 0,25% di akhir tahun nanti, artinya akan ada 3 kali kenaikan suku bunga masing-masing 25 basis poin. Dengan agresivitas tersebut ECB tentu tertinggal jauh yang membuat kurs euro merosot dan pada pekan lalu sempat menyentuh US$ 1,0348, yang merupakan level terendah sejak 3 Januari 2017 yang saat itu menyentuh US$ 1,0339. Namun, untuk diketahui level tersebut merupakan yang terlemah sejak Januari 2003, artinya posisi euro saat ini tidak jauh dari level terlemah dalam lebih dari 19 tahun terakhir. Sepanjang tahun ini, euro tercatat jeblok lebih dari 7%. Jebloknya mata uang 19 negara tersebut tentunya semakin memperparah inflasi. Dengan diperkirakan akan menaikkan suku bunga di bulan Juli, kurs euro perlahan mulai bangkit. Pada perdagangan Selasa (17/5/2022) euro melesat lebih dari 1% dan sudah mencatat penguatan 3 hari beruntun.



7. Investasi Energi Hijau Baru 10%, Apa penyebabnya?

20 Mei 2022

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220520180752-4-340588/investasi-energi-hijau-baru-10-ternyata-ini-biang-keladinya

 


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa realisasi investasi di Subsektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) pada kuartal satu masih terbilang cukup rendah. Adapun angkanya baru mencapai US$ 0,4 miliar atau 10% dari target tahun ini yang ditetapkan sebesar US$ 3,98 miliar. Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana menjelaskan bahwa secara umum, tantangan investasi pada Subsektor EBTKE pada tahun 2022 disebabkan diantaranya oleh kondisi over-supply pada sistem ketenagalistrikan. Khususnya wilayah Jamali dan Sumatera sejak pandemi covid-19. Hal tersebut mengakibatkan mundurnya pelaksanaan proyek, terdapat resistensi masyarakat dalam pengembangan panas bumi, dan rendahnya ketertarikan perbankan nasional untuk berinvestasi pada bidang EBT yang "Ditjen EBTKE telah dan terus berupaya melakukan monitoring dan fasilitasi dalam debottlenecking pembangunan proyek EBT, mengembangkan skema bisnis yang menarik bagi investor misalnya Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) Panas Bumi," ujarnya, Jumat (20/5/2022).dianggap memiliki risiko tinggi. Lebih lanjut, Dadan membeberkan bahwa capaian investasi tersebut bersumber dari investasi untuk pengembangan aneka energi baru terbarukan. Diantaranya yakni PLT Surya, PLT Air/Hydro sebesar US$ 0,29 Miliar, Panas Bumi US$ 0,1 Miliar, dan Bioenergi US$ 0,01 Miliar. Meskipun capaian investasi EBT masih jauh dari target, namun Dadan optimistis investasi akan terus meningkat. Terutama seiring dengan progres pembangunan proyek PLT EBT yang kapasitas pembangkit EBT ditargetkan pada akhir tahun 2022 bertambah sebesar 920 megawatt (MW). "Capaian penambahan kapasitas PLT EBT pada Triwulan I yaitu 38 MW, sehingga saat ini total kapasitas terpasang pembangkit EBT mencapai 11.569 MW," ujarnya. Dadan berharap target investasi Sub Sektor EBTKE 2022 masih mungkin dicapai hingga akhir tahun nanti. Hal tersebut mengingat kegiatan ekonomi yang terus pulih dan kebutuhan listrik yang terus menunjukkan tren peningkatan yang sebelumnya sempat menurun signifikan sebagai dampak pandemi Covid-19. "Penambahan PLT EBT tersebut telah mengikuti target sebagaimana yang tercantum dalam RUPTL PT PLN (Persero) 2021-2030," Ungkapnya.



8. Warga Keberatan Jika Harga Mie dan Roti Naik Akibat Stok Gandum Tipis

20 Mei 2022

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220520165505-92-799145/warga-keberatan-jika-harga-mie-dan-roti-naik-gegara-stok-gandum-tipis

 

 

Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah masyarakat keberatan jika harga roti dan mie naik imbas larangan ekspor gandum dari India. "Kalau saya sedikit keberatan, karena gandum itu menurut saya bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, jadi misalnya harga naik akan sangat mempengaruhi kebutuhan sehari-hari," Ungkap salah satu pegawai swasta asal Jakarta, Nurul (25)  kepada CNNIndonesia.com. Ia mengatakan kenaikan harga mie dan roti akan menambah beban hidup banyak orang. Sebab, harga sejumlah bahan pokok juga sedang mahal. "Sedangkan ibaratnya pemasukan gaji atau usaha lainnya masih belum meningkat," imbuhnya. Pegawai Swasta tersebut  mengaku bisa menghabiskan dana Rp120 ribu untuk menyetok delapan kantong roti di rumah dalam sebulan. Sementara untuk membeli mie instan, ia biasanya menyetok satu dus dengan rata-rata harga Rp100 ribu. Jika harga roti dan mie naik, ia tak rela menambahkan alokasi biaya untuk jajan. Sebaliknya, Nurul akan mengurangi biaya untuk membeli roti dan mie. "Jadi kalau beneran naik mungkin akan jadi mengurangi konsumsinya ya," ungkap Nurul. Senada, Fatimah (24), pegawai swasta asal Bogor mengatakan khawatir jika harga roti dan mie naik. Pasalnya, ia mau tak mau harus menyiapkan dana lebih untuk jajan di tengah lonjakan harga pangan. Ia mengaku bisa menghabiskan dan sebesar Rp100 ribu setiap minggu untuk menyetok roti dan mie. "Roti biasa beli dua ikat, itu yang tawar, ditambah roti-roti yang ada rasanya. Kalau mie beli 15 bungkus, dan kalau sebulan dikalkulasikan bisa habis Rp400 ribu," ungkap fatimah. Sama seperti Nurul, Fatimah juga memilih untuk mengurangi jumlah konsumsi jika harga roti dan mie benar-benar naik. Sebab, ia dan keluarga juga mempertimbangkan alokasi dana untuk kebutuhan lain. "Keluarga juga mepertimbangakan bahwa dana yang dipegang harus dialokasikan untuk kebutuhan lain selain pangan, kalau bisa dikurangi atau stop mungkin kami bakal stop," ucap Fatimah. Ida Wahyoedi (50), ibu rumah tangga asal Jakarta juga mengatakan keberatan jika harga roti dan mie naik. "Kalau harga naik saya akan berusaha untuk mengurangi konsumsi saja karena zaman sedang pandemi begini banyak pabrik tutup pendapatan menurun," ungkap Ida. Setiap bulan, sambung Ida, ia biasanya mengalokasikan dana sebesar Rp300 ribu untuk membeli roti dan mie. "Harga roti per bulan kurang lebih Rp200 ribu, harga mie kurang lebih Rp100 ribu per bulan," jelas Ida.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyebut harga sejumlah produk pangan seperti biskuit, roti dan mie bakal naik dalam waktu dekat ini. Ia mengatakan potensi kenaikan dipicu oleh larangan impor gandum yang diberlakukan India baru-baru ini. Menurutnya, kebijakan India tersebut berpotensi mendongkrak harga tepung terigu hingga naik sampai dengan 10 persen. "Dengan adanya kenaikan (harga gandum) yang signifikan dari larangan (ekspor) India itu mau tidak mau, dari informasi yang saya dapat dari anggota yang produksi tepung terigu, mereka akan menaikkan harga sekitar 5 persen sampai 10 persen. Tentunya ini akan berdampak pada produk pangan lain, karena biskuit, roti, mie itu pakai terigu, itu akan ada kenaikan harga" ungkap Adhi. Selain larangan ekspor gandum dari India, potensi kenaikan produk pangan tersebut juga dipicu melonjaknya biaya logistik dan energi. "Menurut saya akan ada kenaikan harga karena semuanya mengalami kenaikan bukan hanya terigu saja, tapi termasuk biaya logistik dan energi. Semua akan ada kenaikan luar biasa," ungkapanya. Oleh karena itu, Adhi mengaku industri tengah mencari alternatif pasokan gandum dari Australia, Kanada, dan Argentina. Terkait pasokan, ia mengatakan saat ini pasokan gandum di produsen tepung terigu masih cukup hingga Juni mendatang atau terbilang aman. Namun, setelah bulan tersebut industri harus menyediakan gandum kembali, jika tidak mereka akan kekurangan.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ECONOMIC MONTHLY INSIGHT

DATA INSIGHT